BIRAHI PENYESALAN
Nur Hasanah nama panjangku, pada
awalnya aku hidup di desa, dengan penampilan yang masih agamis dan sederhana
yang tertutup rapat rambutku Oleh jilbab yang selalu menemani setiap langkahku,
Aku hidup bersama dengan Ibuku yang hanya berdua, Ayahku telah lama
meninggalkan kita brdua, perceraiyan mereka membuat kesedihan yang sangat dalam
di benakku apa lagi ibuku, ku coba tuk bersabar dengan ujian yang Allah berikan
padaku,
Hingga ahirnya tumbuh di benakku
untuk bisa melanjutkan Sokolah di luar kota, Aku minta restu ama ibu, ibu
selalu melarangku entah apa yang ibu hawatirkan dengan keadaanku saat ini,
sedangkan aku sudah dewasa yang pasti aku mampu untuk hidup di kota, agar
kehidupanku bisa berubah, setiap hari aku mampu mendapatkan uang sebesar Rp.
50.000, Itupun aku harus mendorong gerobak yang di iringi rentengan beberapa
Kopi dan minuman-minuman seperti Es, AQUA dan dll.itulah keseharianku dengan
ibu, dari jualan itu aku menabung sedikitnya Rp.1000 untuk bisa berangkat
keluar kota.
Maka dari itu aku coba tuk memaksa
sama ibu agar aku di restui untuk bisa sekolah di luar kota, dan kebetulan pada
waktu itu aku baru saja Lulus SMP, aku terpaksa memaksa sama ibu agar aku di
restui. Tapi, hasilnya tetap saja nihil. Namun, kali ini aku coba memaksa
dengan menangis dan bersimpuh di kakinya dengan kusebut nama Alloh sebagai
saksi bahwa niatku keluar kota sangatlah suci tidak lain hanya ingin
membahagiakan ibu, setelah mendengar penjelasanku ibu langsung meneteskan air
mata dan mengalir ke pippinya hingga jatuh sebagai tanda sayang pada buah
hatinya seraya berkata “anakkku bukannya ibu gak ngizinin kamu sekolah di
sana,tapi kehidupan di kota sangatlah
kejam, disana Orang-orang banyak yang merengek-rengek kelaparan dan para
wanita melepaskan kerudungnya yang sebagai penutup suci dari
keburukan-keburukan itu dengan uang dan material, itulah kehidupan kota
anakku….!”jelas ibu. “tapi saya udah dewasa bu….., saya sanggup untuk memilih
mana yang baik dan mana yang buruk,”ungkapku dengan tegas ama ibu, dengan
adanya persengketaan kecil antara aku sama ibu itu, akhirnya aku di restui oleh
ibu.
###
Masa-masa haru telah terlewati,
kini saatlah hari-hariku mengetahui kehidupan di kota, ucapkan salam serta doa
buat ibu, ku lambaikan tanganku dari dalam kaca mobil saat ku mulai pergi
tinggalkan kampung halamanku, sebelas jam aku di perjalanan menuju ibu kota
tercinta, jakartalah harapanku saat ini, tibalah di Jakarta aku hidup sendiri
di rumah kosanku, ku coba keliling kota tuk cari pekerjaan, alhasil usahaku sia-sia.
ku coba ulangi berkali-kali. Tapi tetap aja nol besar buatku.
Hingga akhirnya aku temui Pria
tampan yang lagi asyik makan di Warung baksonya pak heri,postur tubuhnya sangat
oke, berpakian rapi dengan memaki Jaz Hitam seperti Bos-bos Pemimpin Perusahaan-perusahaan
maju, saya tambah yakin kalau pria itu adalah Bos, apa lagi dengan Mobil INOVA
di sampingnya yang telah meyakinkanku bahwa dia adalah Orang yang kaya raya,
hingga akhirnya ku bertanya pada pria tampan itu,
“permisi mas, boleh nanya gak?”
“ada apa mbak, ada yang bisa saya
bantu?”dia balik nanya.
ku coba menjawab meskipun dangan
kegugupan,
“di mana ya mas ada lowongan
kerja?” “ada bak kebetulan saja saya butuh tenaga kerja, tapi kalau mbak mau
kerja di BAR saya aja,” tegas Pria itu.
“saya mau mas, yang penting saya
kerja dulu”. ungkap saya “baguslah kalau begitu, tapi kalau boleh tahu nama
mbak siapa?”
“Oh ia aku lupa mas, Namaku nur
hasanah” beginilah ungkapku dengan rasa malu, “nama mas sendiri siapa?” tanyaku
“nama saya Firdaus” jawab pria itu.
###
Masa-masa telah terlupakan,
tibalah saatnya aku mulai kerja, betapa terkejutnya ketika aku tahu kehidupan
malam di jakarta, tak bisa kupungkiri kenyataan ini. Sebab hanyala inilah
harapanku tuk bisa sekolah di jakarta, terpaksa juga kulepas kerudungku demi
cita-cita, emang awalnya perasaan takut selalu menghantuiku. Tapi, lama
kelamaan jadi terbiasa.disitulah lingkungan hidupku mulai ada perubahan.
###
Tibalah saatnya aku daftar
sekolah, dan aku di terima di sekolah SMAN pura punar jaya di jakarta. Tidak
berapa lama aku masuk sekolah, aku udah banyak yang kenal, mungkin itu karena
pekerjaanku udah biasa dengan pergaulan,
jadi mencari teman sangatlah mudah sebagaimana teman-teman di BAR itu,
pekerjaan itu emang tak asing lagi bagiku. Namun, kali ini sangatlah berbeda,
semua itu bermula di saat cowok ganteng menghampiriku seraya berkata.
“minumnya satu mbak” aku
tercengah, wajahku pucat, belerang mataku beku membatu, hingga akhirnya aku
suguhkan satu minuman beralkoholp padanya. Kemudian dia menyapaku,
berbincang-bincang, hingga di akhiri dengan perkenalan, yang tak lain lagi
cowok itu bernama moldy.
Sejak saat itulah moldy sering
telponan dengaku, dan moldy terus mengajak ketemuan denganku, hal itu hampir
setiap kali terjadi, hingga akhirnya kami janjian untuk ketemuan di hotel
bintang 5 disebelah plaza manuhara. pada malam itu moldy memaksaku untuk
menginap di hotel itu. Mungkin karena keberadaanku ini, akhirnya aku terima
tawarannya. Namun, sungguh aku tak sadarkan diri, sunyinya malam melemahkanku,
dinginnya malam pun mendorongku tuk berada dalam dekapannya, hingga akhirnya
aku sadar, badanku lemas tak berdaya, aku rasakan sakit yang tak pernah
kurasakan, air mataku tumpah mengingat kehormatanku telah terampas dan
derajatku berbelanting menjadi kehinaan.
Selepas dari kejadian itu, aku
coba hampiri moldy tuk minta pertanggung jawab atas perbuatannya, tapi
apa, yang aku terima hanya ucapan yang
tak pernah terbayang di benakku, dia mengosirku seakan dia tak pernah kenal
denganku, apa lagi istrinya keluar dan mencacimakiku, sungguh aku merasa
sangatlah hina, apa lagi setelah aku tahu kalau dia sudah beristri.
Kehamilanku tersebar luas di
kalanganku, apa lagi di sekolah , semua
siswa dan guru sudah tahu keadaanku, dimana-mana cemohan pelacur menghampiriku.
Hingga,akhirnya aku di campakkan dari sekolah yang selama ini aku dambakan.apa
lagi setelah aku positif terfonis HIV atauAIDS. Janin di rahimku mengingatkanku
pada perkatan ibuku “kehidupan di kota sangatlah kejam”, saat itu pula
sangatlah aku rindu pada ibuku,
“ tuhan berikan aku hidup satu kali lagi hanya untuk bersamanya
kumencintainya, sungguh kumencintainya”bunyi itu terdengar dari sakuku,
kuangkat hpku.
“halo….Assalamualaikum”
“wa’alaikum salam…,ini nuri ya?”
“iya bi’ ini nuri ada apa
bi’?”tanyaku dengan rasa hawatir akan ada sesuatu di rumahku.
“sebaiknya kamu pulang nak..,
dirumah ada selamatan”bibi’ berbohong kalau sebenarnya ibuku telah meninggal.
“ iya bi’..! insya alloh entar
sore”jawabku.
Sore itu juga aku pulang denga
membawa semua barang-barangku. Tapi, setelah aku sampai di rumah, aku tak lagi
temui sosok ibuku yang sangat aku sayang, dia telah pergi memenuhi panggilan
sang maha pencipta. Aku hanya bisa menangis, menangis dan menangis merasa salah
dengan apa yang aku perbuat. karena, tak mengikuti kata-kata ibu.
Sejak saat itulah aku sadar.
Bahwa, perkataan seorang ibu adalah surga buat kita sekarang, diriku
benar-benar sangat hina , apa lagi aku sekarang tinggal sebatangkara,
lebih-lebih virus mematikan itu sedang berkembang di dalam tubuhku. Dan
sekarang waktuku tinggal menghitung jari. Beginilah rasanyaa maut diujung
rambut sedikit demi sedikit waktuku akan terkikis di dunia ini.
“ya…alloh maafkanlah diriku
dari semua kesalahan, lepaskanlah diriku dari kehinaan ini, bahagiakanlah kedua
orang tuaku yang telah lama meninggalkanku , angkanlah kehinaanku ini menjadi
kemulyaan di pintu maafmu, agar kedua
orang tuaku bahagia disisinya.”
Itulah doa yang ku ucapkan
disaat-saat terkhir nafasku. Dan penyesalanku tiada guna di akhir masa.
By : Agus Musa Al-Muhromi