Tim paleontologi dari Chinese Academy
of Sciences, di Beijing, China, mengungkapkan bahwa 120 juta tahun lalu burung memiliki dua ekor. Temuan ini membuat jalur evolusi yang rumit dari spesies burung. Melansir Fox News, hal itu diketahui dari fosil burung purba Jeholornis.
Habitatnya di China bersama hewan pra-sejarah lainnya.
Dari temuan fosil, Jeholornis merupakan burung berukuran lebih besar dari kalkun, memiliki cakar pada sayap-sayapnya, dan terdapat tiga gigi kecil di bagian rahang bawah. Uniknya, para ahli paleontology juga menemukan Jeholornis jantan mempunyai ekor yang panjang dan berjumlah dua. Belum diketahui apa fungsi dari dua ekor itu, apakah sebagai pendukung terbang atau hanya berfungsi untuk memikat lawan jenisnya.
"Dua ekor yang ditemukan pada burung Jeholornis sangat mengherankan. Ini merupakan jalur evolusi baru untuk hewan spesies burung," kata Jingmai
O'Connor, Pemimpin Penelitian dari Chinese Academy
of Sciences. "Fungsi salah satu ekor yang dipenuhi bulu-bulu berwarna-warni
sepertinya mirip dengan fitur yang ada pada burung merak, yaitu untuk memikat perhatian
lawan jenisnya,"ujar O’Connor.
Namun, menurut
Julia Clarke, ahli paleontologi dari University of Texas, AS, fungsi dari
dua ekor
adalah untuk menciptakan
stabilitas terbang. Sebagian menyimpulkan,
salah satu ekor itu sepertinya tidak mempunyai fungsi tertentu dan berevolusi menjadi
satu ekor saja pada burung-burung modern. "Bentuk dua ekor itu adalah sebuah
jalur evolusi pada spesies burung. Tapi, temuan dua ekor pada burung Jeholornis
adalah aneh dan ganjil," tutup Clarke. Hasil penelitian sudah diterbitkan
di Proceedings of the National Academy of Sciences dengan judul "Unique
caudal plumage of Jeholornis and complex tail evolution in early birds."