Selasa, 29 Januari 2019

    Rahasia Sehat Makan dengan Jari-jari Tangan (Artikel Mading Demangan News Edisi 42)



    Diantara sunnah Rasulullah SAW. adalah makan dengan menggunakan tangan kanannya. Beliau memakan makanannya dengan tiga jari, lalu menjilati ketiga jari tersebut sebelum membersihkannya. Dan bila ada satu suap makanan terjatuh dari tangan Rasul, beliau tidak akan meninggalkan makanan tersebut, melainkan mengambilnya dari tanah, lalu membersihkannya dan memakannya. Hal tersebut diatas sesuai tertuang dalam sabda Rasulullah Jika satu suap makanan salah seorang diantara kalian jatuh, ambillah, lalu bersihkan kotorannya, jangan biarkan untuk setan. Jangan membersihkan tangannya dengan sapu tangan, namun jilatlah jari-jarinya karena dia tidak mengetahui bagian mana dari makanannya yang mengandung keberkahan. (HR Muslim).
    Ketika pertama kali membayangkan cara makan dengan menggunakan tiga jari itu, mungkin kita akan merasa bahwa hal itu tidak mungkin kita lakukan apalagi jika harus menjilatnya. Sebagian orang yang bergaya hidup mewah tidak suka menjilat jari-jarinya karena menurutnya, dia merasa jijik dengan perbuatan tersebut. Padahal jika kita telah mencobanya sekali saja, lalu kita benar-benar melakukannya dengan seksama, kita akan terkagum-kagum dan merasa bingung dengan apa yang kita lakukan.
    Rasulullah selalu makan menggunakan tiga jari, karena saat itu tidak menemukan hal lain selain jari yang dapat dipastikan bersih sehingga dapat dipergunakan untuk makan. Kemudian Rasulullah menjilat jari-jari karena menurutnya kita tidak tahu di bagian mana dari makanan kita yang mengandung berkah. Dengan demikian makan dengan tiga jari dan menjilatnya merupakan upaya mengikuti sunnah Rasul dan bernilai ibadah.
    Tetapi apakah tidak boleh dengan Empat atau Lima jari? Sebenarnya tidak harus menggunakan tiga jari saja. Makan menggunakan lebih dari tiga jari diperbolehkan jika makanan itu mengandung kuah atau sejenisnya yang tidak mungkin dimakan dengan tiga jari.
    Lalu apa hikmah dari makan menggunakan jari tangan? Imam Al-Ghazali, dalam kitab Ihya’ Ulumiddin-nya, menjelaskan, “Aktifitas makan itu dapat dilihat dari 4 sisi, yaitu makan dengan menggunakan satu jari dapat menghindarkan seseorang dari sifat marah, dengan dua jari akan menghindarkan dari sifat sombong, makan dengan tiga jari akan menghindarkan dari sifat lupa dan makan dengan menggunakan empat atau lima jari dapat menghindarkan dari sifat rakus”. kemudian mengapa Rasulullah menggunakan tiga jari? sesungguhnya makan menggunakan tiga jari akan membuat setiap orang dapat mengukur porsi makanan yang cocok bagi dirinya. Ia juga dapat menjadikan setiap suap yang masuk ke dalam mulut dapat dikunyah dan bercampur dengan air liur dengan baik sehingga kita tidak akan mengalami gangguan pencernaan.
    Fakta berikutnya, makan dengan menggunakan tangan ternyata bisa lebih sehat daripada makan dengan sendok. Mengapa bisa demikian? Hal ini dikarenakan pada tangan kita terdapat sebuah enzim, yakni enzim Rnase yang dapat menurunkan aktivitas bakteri-bakteri patogen yang ada pada tangan kita ketika kita makan. Enzim Rnase adalah enzim yang dapat mendepolarisasi RNA (asam nukleat). Sehingga ketika kita menyuap makanan dengan tangan, bakteri yang terdapat pada makanan dapat terikat oleh enzim Rnase yang dihasilkan di tangan kita. Tapi tentunya dengan catatan, tangan kita sudah dicuci terlebih dahulu dengan sabun hingga bersih dan higienis.
    Enzim Rnase terutama dihasilkan oleh tiga jari tangan kita (ibu jari, telunjuk, dan jari tengah). Dengan makan menggunakan tiga jari tersebut, seperti yang diajarkan oleh Rasulullah bakteri yang terdapat pada makanan yang masuk ke dalam sistem pencernaan akan diikat oleh enzim tersebut. RNA, terutama mRNA merupakan materi genetik yang mengkode suatu protein. Enzim Rnase mendepolarisasi RNA mikroorganisme sehingga mikroorganisme dapat terhambat aktivitasnya. Sehingga bukan saja bakteri, tetapi juga virus, terutama virus RNA di mana RNA merupakan pertahanan pertamanya, dapat dihalau untuk berbuat hal-hal yang bisa merugikan tubuh kita.
    Bagaimana dengan sendok? Setelah banyak beraktivitas menggunakan tangan, mungkin kita berpikir bahwa sendok merupakan pilihan yang baik untuk menyuap makanan. Akan tetapi, sendok yang digunakan harus benar-benar dalam keadaan higienis. Perlu diingat bahwa udara dengan kondisi kelembaban tertentu dapat menjadi kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri dan uap air dapat menjadi medium perpindahan bakteri dari udara ke suatu benda (sendok misalnya). Bakteri-bakteri tersebut bisa datang dari mana saja, bahkan bisa jadi dari tubuh orang-orang yang ada di ruangan tersebut sebelum kita. Dan tidak menutup kemungkinan sendok yang kita gunakan untuk makan sudah “ditempati” oleh bakteri- bakteri yang ada di ruangan tersebut. Apalagi jika sendok tersebut tidak dicuci dengan bersih, seperti yang biasa tersajikan di rumah-rumah makan, bukannya higienis bisa jadi malah “memupuk” bakteri yang tinggal di sendok itu. Dan pada sendok tentunya tidak terdpat enzim Rnase seperti pada tangan.

    Nah, ternyata Allah telah memberikan alat makan yang paling sempurna untuk kita, yakni tangan kita sendiri. Dan Rasulullah telah menjadi contoh serta teladan bagi kita umat muslim untuk senantiasa menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh kita. Menggunakan sendok untuk makan juga sah-sah saja asalkan diperhatikan juga kebersihannya. Sekarang kembali pada diri kita sendiri, bagaimana cara makan yang baik sesuai dengan apa yang di ajarkan oleh Rasulullah.

    Selasa, 22 Januari 2019

    Imam An-Nawawi (631-676 H) (Muallif Mading Demangan News Edisi 42)



    Nama dan Nasabnya
    Beliau adalah Al-Imam Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Murri bin Hasan bin Hussain bin Jumu’ah bin Hizam Al Hizamy An-Nawawi Asy Syafi’i.
    Kelahirannya
    Beliau dilahirkan pada bulan Muharram tahun 631 H. di Nawa daerah Hauran termasuk wilayah Damaskus Syiria.
    Sifat – sifatnya
    Beliau adalah tauladan dalam kezuhudan, wara’, dan memerintah pada yang ma’ruf dan melarang pada yang mungkar.
    Pertumbuhannya
    Ayahandanya mendidik, mengajarnya, dan menumbuhkan kecintaan kepada ilmu sejak usia dini. Beliau mengkhatamkan Al-Qur’an sebelum baligh. Ketika Nawa tempat kelahirannya tidak mencukupi kebutuhannya akan ilmu, maka ayahandanya membawanya ke Damaskus untuk menuntut ilmu, waktu itu beliau berusia 19 tahun. Dalam waktu empat setengah bulan beliau hafal Tanbih oleh Syairazi, dan dalam waktu kurang dari setahun hafal Rubu’ Ibadat dari kitab muhadzdzab.
    Setiap hari beliau menelaah 12 pelajaran, yaitu dua pelajaran dalam Al Wasith, satu pelajaran dalam Muhadzdzab, satu pelajaran dalam Jamu’ baina shahihain, satu pelajaran dalam Shahih Muslim, satu pelajaran dalam Luma’ oleh Ibnu Jinny, satu pelajaran dalam Ishlahul Manthiq, satu pelajaran dalam tashrif, satu pelajaran dalam Ushul Fiqh, satu pelajaran dalam Asma’ Rijal, dan satu pelajaran dalam Ushuluddin.
    Guru – guru
    Di antara guru-gurunya dalam ilmu fiqh dan ushulnya adalah Ishaq bin Ahmad bin Utsman Al Maghriby, Abdurrahman bin Nuh bin Muhammad Al Maqdisy, Sallar bin Hasan Al Irbily, Umar bin Indar At Taflisy, Abdurrahman bin Ibrahim Al Fazary.
    Adapun guru – gurunya dalam bidang hadits adalah Abdurrahman bin Salim Al Anbary, Abdul Aziz bin Muhammad Al Anshory, Khalid bin Yusuf An Nabilisy, Ibrahim bin Isa Al Murady, Ismail bin Ishaq At Tanukhy, dan Abdurrahman bin Umar Al Maqdisy.
    Adapun guru – gurunya dalam bidang Nahwu dan Lughah adalah Ahmad bin Salim Al Mishry dan Izzuddin Al Maliky.
    Murid – muridnya
    Di antara murid muridnya adalah Sulaiman bin Hilal Al Ja’fary, Ahmad bin Farrah Al Isybily, Muhammad bin Ibrahim bin Jama’ah, Ali bin Ibrahim Ibnul Aththar, Syamsuddin bin Naqib, Syamsuddin bin Ja’wan dan yang lainnya.
    Pujian para ulama kepadanya
    Ibnul Aththar berkata,
    “Guru kami An Nawawi disamping selalu bermujahadah, wara’, muraqabah, dan mensucikan jiwanya, beliau adalah seorang yang hafidz terhadap hadits, bidang- bidangnya, rijalnya, dan ma’rifat shahih dan dha’ifnya, beliau juga seorang imam dalam madzhab fiqh.”
    Quthbuddin Al Yuniny berkata,
    “Beliau adalah teladan zamannya dalam ilmu, wara’, ibadah, dan zuhud.”
    Syamsuddin bin Fakhruddin Al Hanbaly,
    “Beliau adalah seorang imam yang menonjol, hafidz yang mutqin, sangat wara’ dan zuhud.”
    Aqidahnya
    Al-Imam An Nawawi terpengaruh dengan pikiran Asy‘ariyyah sebagaimana nampak dalam Syarh Shahih Muslim dalam mentakwil hadits-hadits tentang sifat-sifat Allah. Hal ini memiliki sebab-sebab yang banyak di antaranya:
    1. Terpengaruh dengan pensyarah Shahih Muslim yang sebelumnya seperti Qadhi Iyadh, Maziry, dan yang lainnya, karena beliau banyak menukil dari mereka ketika mensyarah Shahih Muslim.
    2. Beliau belum sempat secara penuh mengoreksi dan mentahqiq tulisan-tulisannya, tetapi beliau tidak mengikuti semua pemikiran Asy’ariyyah bahkan menyelisihi mereka dalam banyak masalah.
    3. Beliau tidak banyak mendalami masalah Asma’ wa Sifat, sehingga banyak terpengaruh dengan pemikiran Aay’ariyyah yang berkembang pesat di zamannya.
    Di antara keadaan-keadaannya
    Ibnul Aththar berkata,
    “Guru kami An Nawawi menceritakan kepadaku bahwa beliau tidak pernah sama sekali menyia-nyiakan waktu, tidak di waktu malam atau di waktu siang bahkan sampai di jalan beliau terus dalam menelaah dan manghafal.”
    Rasyid bin Mu’aliim berkata,
    “Syaikh Muhyiddin An Nawawi sangat jarang masuk kamar kecil, sangat sedikit makan dan minumya, sangat takut mendapat penyakit yang menghalangi kesibukannya, sangat menghindari buah-buahan dan mentimun karena takut membasahkan jasadnya dan membawa tidur, beliau sehari semalam makan sekali dan minum seteguk air di waktu sahur.”
    Kitab-kitabnya
    Di antara tulisan-tulisannya dalam bidang hadits adalah Syarah Shahih Muslim, Al-Adzkar, Al-Arba’in, Syarah Shahih Bukhary, Syarah Sunan Abu Dawud, dan Riyadhus Shalihin.
    Diantara tulisan-tulisannya dalam bidang ilmu Al Qur’an adalah At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an.
    Wafat
    Al Imam An Nawawi wafat di Nawa pada 24 Rajab tahun 676 H dalam usia 45 tahun dan dikuburkan di Nawa. semoga Allah meridhoinya dan menempatkannya dalam keluasan jannahNya.
    Refrence: Tadzkiratul Huffadzoleh Adz Dzahaby 4/1470-1473 dan Bidayah wan Nihayah oleh Ibnu Katsir 13/230-231.


    Senin, 21 Januari 2019

    Ujian Dari Sang Guru Sufi (Mading Demangan News Edisi 42)



    ilmu adalah anugrah yang sangat sulit untuk didapat. Tapi dengan niat bersungguh-sungguh dan hanya Mengharap Ridho Allah. Niscaya ilmu itu laksana Pedang yang dengan mudah menghunus setiap hati Para pencarinya”.
    Abu Bakar Asy-Syibli Adalah seorang Ulama yang banyak menghiasi berbagai kitab tentang sufi. Ulama besar ini tidak hanya dikenal dengan konsepnya tentang bagaimana menempuh jalan kerohanian, tapi juga terkenal karena kehidupannya yang unik. Harta berlimpah dan jabatan tinggi ditinggalkannya, demi memburu hakikat hidup dalam ritus sufisme yang mendalam. Tak mengherankan jika kehidupannya yang unik memberikan inspirasi para peminat tasawuf bagi generasi-generasi berikutnya.
    Nama aslinya adalah Abu Bakar bin Dulaf ibnu Juhdar Asy-Syibli. Nama Asy-Syibli dinisbatkan kepadanya karena ia dibesarkan di Kota Syibli di wilayah Khurasan, Persia. Ia dilahirkan pada 247 H di Baghdad atau Samarra dari keluarga yang cukup terhormat. Mendapat pendidikan di lingkungan yang taat beragama dan berkecukupan harta, ia berkembang menjadi seorang yang cerdas.
    Di Baghdad ia bergabung dengan kelompok Junaid. Ia menjadi sosok terkemuka dalam sejarah Al-Hallaj yang menghebohkan. Pertemuannya dengan Junaid Al-Baghdadi digambarkan oleh Fariduddin Aththar dalam kitab Tadzkirul Awliya. “Engkau dikatakan sebagai penjual mutiara, maka berilah aku satu atau jual lah kepadaku sebutir,” kata Asy-Syibli kepada Junaid. Maka Junaid pun menjawab: Jika kujual kepadamu, engkau tidak sanggup membelinya, jika kuberikan kepadamu secara cuma-cuma  engkau tidak akan menyadari betapa tinggi nilainya. Lakukanlah apa yang aku lakukan, benamkanlah dulu kepalamu di lautan, apabila engkau dapat menunggu dengan sabar, niscaya engkau akan mendapatkan mutiaramu sendiri.” Lalu kata Asy-Syibli, ”Jadi apakah yang harus kulakukan sekarang?” Jawab Junaid, “Hendaklah engkau berjualan belerang selama setahun.”
    Maka Asy-Syibli berjualan belerang selama setahun. Lorong-lorong Kota Baghdad dilaluinya tanpa seorangpun yang mengenalnya. Setelah setahun lewat, ia kembali kepada Junaid. Maka Junaidpun Berkata: Sekarang sadarilah nilaimu !!, Kamu tidak ada artinya dalam pandangan orang lain. Janganlah engkau membenci mereka dan janganlah engkau segan. Untuk beberapa lamanya engkau pernah menjadi bendahara, dan untuk beberapa lamanya engkau pernah menjadi Gubernur. Sekarang kembalilah ke tempat asalmu dan berilah imbalan kepada orang-orang yang pernah engkau rugikan.
    Maka ia pun kembali ke Kota Demavend. Rumah demi rumah disinggahinya untuk menyampaikan imbalan kepada orang-orang yang pernah dirugikannya. Akhirnya masih tersisa satu orang, tapi ia tidak tahu kemana dia pergi. Ia lalu berkata, “Aku telah membagi-bagikan 1000 dirham, tapi batinku tetap tidak menemukan kedamaian.” Setelah empat tahun berlalu, ia pun kembali menemui Junaid. Perintah Junaid, “Masih ada sisa-sisa keangkuhan dalam dirimu. Mengemislah selama setahun!” Tanpa banyak bicara, ia pun segera melaksanakan perintah sang guru. “Setiap kali aku mengemis, semua yang kuperoleh kuserahkan kepada Junaid. Dan Junaid membagi-bagikan kepada orang-orang miskin, sementara pada malam hari aku dibiarkan kelaparan,” kenang Asy-Syibli. Setahun kemudian Junaid berkata, “Kini kuterima engkau sebagai sahabatku, tapi dengan satu syarat, engkau terus jadi pelayan sahabat-sahabatku.”
    Setelah ia melaksanakan perintah sang guru, Junaid berkata lagi, “Hai Abu Bakar, bagaimanakah pandanganmu sekarang terhadap dirimu sendiri?” Asy-Syibli pun berkata, “Aku memandang diriku sendiri sebagai orang yang terhina di antara semua makhluk Allah.” Junaid menimpali, “Sekarang sadarilah nilai dirimu, engkau tidak ada nilainya di mata sesamamu. Jangan pautkan hatimu pada mereka, dan janganlah sibuk dengan mereka.” Junaid pun tersenyum, sembari berkata, “Kini sempurnalah keyakinanmu.
    By: Dhen NJhun


    Minggu, 20 Januari 2019

    “Salam Demokrasi” Sikap Positif terhadap Pelaksanaan Demokrasi dalam Berbagai Kehidupan (Refleksi Mading Demangan News Edisi 42)





    Demokrasi telah menjadi pilihan bagi hampir semua bangsa di dunia, tak terkecuali bangsa Indonesia. Di antara bangsa-bangsa itu perbedaannya terletak pada tingkat perkembangannya. Ada bangsa yang sudah sedemikian maju dalam berdemokrasi dan ada yang masih dalam pertumbuhan. Di samping itu ada perbedaan latar belakang sosial-budaya yang berpengaruh terhadap corak demokrasi di masing-masing Negara.
    Bangsa Indonesia tentu menginginkan perkembangan demokrasi yang semakin baik di negaranya. Oleh karena itu kita wajib menunjukkan sikap positif terhadap pelaksanaan demokrasi dalam berbagai bidang kehidupan. Sikap positif itu perlu dibuktikan dengan sikap dan perbuatan yang sejalan dengan unsur-unsur rule of law atau syarat-syarat demokrasi sebagaimana yang telah dikemukakan.
    Bagi penguasa, kekuasaan yang dimiliki harus dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Penguasa harus menunjukkan kemauan politik (political will) untuk menyesuaikan setiap langkah dan kebijakannya dengan demokrasi.
    Bagi rakyat biasa, mereka harus menyadari berbagai hak dan kewajibannya sebagai warga Negara dan melaksanakannya dengan baik. Rakyat harus mampu memilih pemimpin secara cerdas, berani menyatakan pendapat, serta ikut mengawasi jalannya pemerintahan. Namun, rakyat juga harus mematuhi hukum, menghormati pemerintahan yang sah, menjaga ketertiban umum dll, hal ini sejalan dengan falsafah Negara Pancasila.
    Demokrasi Pancasila mengajarkan prinsip – prinsip sebagai berikut.
    1. Persamaan
    Artinya, setiap individu itu sama dan sederajat, tidak ada diskriminasi antara satu dengan yang lain, tidak membedakan warna kulit, keturunan, jenis kelamin, status sosial, kedudukan, dan sebagainya. Contoh penerapan prinsip persamaan dalam kehidupan sehari-hari
    a.   Membiasakan diri  untuk bersedia menghargai orang lain.
    b.   Membiasakan diri untuk bersedia diajak berdialog dengan siapapun.
    c.     Membiasakan diri mau memperhatikan, menerima usul, saran, serta pendapat orang lain.
    2. Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban
    Artinya, terdapat keserasian dan keharmonian antara apa yang diperbuat dan apa yang diperolehnya. Bahwa setiap orang yang melakukan kewajiban, wajar bila ia berhak memperoleh hak-haknya. Contoh penerapan prinsip keseimbangan antara hak dan kewajiban:
    a.   Berani menyampaikan pendapat dalam forum dengan cara yang santun dan baik.
    b.   Menggunakan hak pilihnya dengan sebaik – baiknya demi mensukseskan pemilihan umum.
    c.     Datang menghadiri kegiatan kampanye pemilihan umum dengan tertib dan sopan.
    d.   Bersedia menghargai orang lain yang menjadi anggota atau simpatisan partai politik sekalipun aliran politiknya berbeda dengan kita.
    3. Kebebasan yang Bertanggung Jawab
    Artinya, meski setiap individu bebas menyampaikan sesuatu atau berbuat sesuatu, namun ia harus bertanggung jawab terhadap diri sendiri, sesamanya, dan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
    a.   Berani mengungkapkan ide-ide atau gagasan untuk kebenaran dan keadilan.
    b.   Menolak tindakan kewenang-wenangan.
    c.     Berani merombak pemerintahan yang otoriter.
    d.   Melaksanakan kebijakan pemerintahan yang demokratis.
    e.    Menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan serta menghargai harkat dan martabat manusia.
    4. Kebebasan Berkumpul dan Berserikat
    Artinya, setiap warga Negara bebas melaksanakan permusyawaratan, rapat, forum dialog, dan sebagainya, serta bebas untuk menjadi anggota suatu perkumpulan, organisasi, atau partai yang mempunyai komitmen dan tujuan untuk memajukan bangsa dan Negara Indonesia. Contoh penerapannya:
    a.   Mendukung suatu perkumpulan remaja atau karang taruna.
    b.   Menghargai kegiatan yang diadakan oleh sebuah asosiasi.
    c.     Membiasakan menyelesaikan masalah melalui forum musyawarah.
    5. Kebebasan Mengeluarkan Pikiran dan Pendapat
    Artinya, setiap orang dijamin hak – haknya dalam konstitusi untuk secara bebas mengeluarkan pikiran dan pendapat baik secara lisan maupun tertulis. Contoh penerapan dalam kehidupan:
    a.   Saling merespon atau memberi tanggapan terhadap berbagai kebijakan.
    b.   Memberikan sumbangan saran, idea tau gagasan.
    c.     Selalu mendukung kinerja tim perumus.
    d.   Memberikan solusi penyelesaian masalah.
    6. Bermusyawarah
    Artinya, mengedepankan musyawarah sebagai proses pengambil keputusan bersama. Seperti contoh dalam kehidupan sehari – hari berdasarkan prinsip musyawarah antara lain :
    a.   Membiasakan diri selalu berunding dengan pihak – pihak terkait untuk kebaikan bersama.
    b.   Membiasakan diri musyawarah untuk mengambil suatu keputusan untuk kepentingan bersama.
    c.     Menghargai dan melaksanakan keputusan yang diambil melalui musyawarah.
    d.   Mendukung terselenggaranya permusyawaratan dalam penyelesaian masalah atau konflik.
    7. Keadilan Sosial
    Artinya, setiap individu mampu menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya, tidak pilih kasih, dan tidak sewenang-wenang. Contoh penerapan kehidupan sehari-hari:
    a.   Membiasakan diri untuk menghormati aturan – aturan hukum.
    b.   Melaksanakan peraturan perundangan dengan penuh rasa tanggung jawab.
    c.     Membiasakan diri untuk berbuat baik dan benar serta jujur.
    8. Kekeluargaan dan Persatuan Nasional
    Artinya, setiap pribadi merupakan bagian dari anggota masyarakat dan menjadi bagian dari anggota warga Negara Indonesia. Oleh karena itu, masing – masing anggota warga Negara Indonesia mencintai Indonesia sebagai tanah air dan tanah tumpah darahnya. Contoh penerapannya:
    a.   Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman pendapat, kepentingan, dan tingkah laku.
    b.   Menghargai dan menghormati adanya perbedaan dalam ikatan persatuan bangsa Indonesia.
    c.     Selalu mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan pribadi atau golongan.
    d.   Membiasakan diri untuk mengedepankan persatuan walaupun terhadap perbedaan.
    9. Cita – cita Nasional
    Artinya, setiap individu warga Negara Indonesia berkewajiban untuk membiasakan diri merealisasikan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia, yakni mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Contoh penerapannya:
    a.   Turut serta membantu penegakan pemerintahan yang melindungi dan memperjuangkan hak-hak serta kepentingan rakyat.
    b.   Membiasakan diri bersama-sama untuk rela berkorban dalam rangka tegaknya kedaulatan rakyat di Negara Republik Indonesia.
    c.     Rela berkorban untuk kejayaan bangsa dan Negara Indonesia.
    ---Wassalam---
    By: Kang Aaf